Pengertian
Hadits menurut bahasa dan istilah
Dari
segi bahasa berarti Baru - Kabar - Berita
Dari segi istilah berarti setiap Ucapan ( قول ), Perbuatan ( فعل ), Pengakuan( تقرير ) dan sifat-sifat yang disandarkan kepada Rasulullah SAW.
Dari segi istilah berarti setiap Ucapan ( قول ), Perbuatan ( فعل ), Pengakuan( تقرير ) dan sifat-sifat yang disandarkan kepada Rasulullah SAW.
Peranan Hadits
sebagai sumber kedua hukum (syariat) Islam
1. Menjelaskan dan menguraikan maksud-maksud yang terkandung di dalam Al Quran,
2. Memperkokoh dan menguatkan hukum dan ketetapan yang terdapat di dalam Al Quran,
3. Mengadakan (menentukan) hukum syariat yang tidak disebut di dalam Al Quran.
Perbedaan antara Al Quran dan Hadits
1. Menjelaskan dan menguraikan maksud-maksud yang terkandung di dalam Al Quran,
2. Memperkokoh dan menguatkan hukum dan ketetapan yang terdapat di dalam Al Quran,
3. Mengadakan (menentukan) hukum syariat yang tidak disebut di dalam Al Quran.
Perbedaan antara Al Quran dan Hadits
Al Quran
1. Lafaz dan Makna berasal dari Allah SWT,
2. Merupakan sumber hukum (syariat) Islam yang utama,
3. Merupakan wahyu Allah SWT yang disampaikan kepada Rasulullah SAW,
4. Disyaratkan berwudhu untuk menyentuh dan membawanya,
5. Diarang membacanya saat sedang berhadas besar,
6. Dibaca dalam shalat.
1. Lafaz dan Makna berasal dari Allah SWT,
2. Merupakan sumber hukum (syariat) Islam yang utama,
3. Merupakan wahyu Allah SWT yang disampaikan kepada Rasulullah SAW,
4. Disyaratkan berwudhu untuk menyentuh dan membawanya,
5. Diarang membacanya saat sedang berhadas besar,
6. Dibaca dalam shalat.
Hadits
1. Lafaz dan Makna berasal dari Rasulullah SAW,
2. Merupakan sumber hukum (syariat) Islam kedua,
3. Merupakan perkataan, perbuatan dan pengakuan Rasulullah SAW,
4. Tidak disyaratkan berwudhu untuk menyentuh dan membawanya,
5. Boleh membacanya ketika berhadas besar,
6. Tidak dibaca dalam shalat.
Perbedaan Hadits Qudsi dan Hadits Nabawi
1. Lafaz dan Makna berasal dari Rasulullah SAW,
2. Merupakan sumber hukum (syariat) Islam kedua,
3. Merupakan perkataan, perbuatan dan pengakuan Rasulullah SAW,
4. Tidak disyaratkan berwudhu untuk menyentuh dan membawanya,
5. Boleh membacanya ketika berhadas besar,
6. Tidak dibaca dalam shalat.
Perbedaan Hadits Qudsi dan Hadits Nabawi
Hadits Qudsi
1. Lafaz dari Rasulullah SAW, namun Maknanya berasal dari Allah SWT,
2. Wahyu Allah SWT yang diungkapkan kembali oleh Rasulullah SAW.
1. Lafaz dari Rasulullah SAW, namun Maknanya berasal dari Allah SWT,
2. Wahyu Allah SWT yang diungkapkan kembali oleh Rasulullah SAW.
Hadits Nabawi
1. Lafaz dan makna berasal dari Rasulullah SAW,
2. Merupakan perkataan, perbuatan dan pengakuan Rasulullah SAW.
Perawi Hadits dan syarat menjadi seorang Perawi Hadits
Perawi Hadits ialah orang yang menerima dan menyampaikan Hadits dari Rasulullah SAW.
Syarat-syarat Perawi Hadits adalah:
1. Islam,
2. Berakal,
3. Baligh,
4. Adil,
5. Kuat hafazan (ingatan),
6. Menjaga Tulisan,
7. Waspada.
1. Lafaz dan makna berasal dari Rasulullah SAW,
2. Merupakan perkataan, perbuatan dan pengakuan Rasulullah SAW.
Perawi Hadits dan syarat menjadi seorang Perawi Hadits
Perawi Hadits ialah orang yang menerima dan menyampaikan Hadits dari Rasulullah SAW.
Syarat-syarat Perawi Hadits adalah:
1. Islam,
2. Berakal,
3. Baligh,
4. Adil,
5. Kuat hafazan (ingatan),
6. Menjaga Tulisan,
7. Waspada.
PEMBAGIAN
HADITS
Dilihat dari konsekuensi hukumnya
:
1) Hadits Maqbul (diterima) :
terdiri dari Hadits sohih dan Hadits Hasan
2) Hadits Mardud (ditolak) :
yaitu Hadits dhoif
HADITS
SOHIH :
Yaitu Hadits yang memenuhi 5
syarat berikut ini :
1. Sanadnya bersambung (telah
mendengar/bertemu antara para perawi).
2. Melalui penukilan dari
perawi-perawi yang adil.
Perawi
yang adil adalah perawi yang muslim, baligh (dapat memahami perkataan dan
menjawab pertanyaan), berakal, terhindar dari sebab-sebab kefasikan dan
rusaknya kehormatan (contoh-contoh kefasikan dan rusaknya kehormatan adalah
seperti melakukan kemaksiatan dan bid’ah, termasuk diantaranya merokok,
mencukur jenggot, dan bermain musik).
3. Tsiqoh (yaitu hapalannya
kuat).
4. Tidak ada syadz (syadz adalah
seorang perawi yang tsiqoh menyelisihi perawi yang lebih tsiqoh darinya.
5. Tidak ada illat atau kecacatan
dalam Hadits
Hukum Hadits sohih : dapat
diamalkan dan dijadikan hujjah.
HADITS
HASAN :
Yaitu Hadits yang apabila
perawi-perawinya yang hanya sampai pada tingkatan soduq (tingkatannya berada
dibawah tsiqoh).
Soduq : tingkat kesalahannya 50:
50 atau di bawah 60% tingkat ke tsiqoan-nya.
Soduq bisa terjadi pada seorang
perawi atau keseluruhan perawi pada rantai sanad.
Para ulama dahulu meneliti
tingkat ketsiqo-an seorang perawi adalah dengan memberikan ujian, yaitu disuruh
membawakan 100 hadits berikut sanad-sanadnya. Jika sang perawi mampu
menyebutkan lebih dari 60 hadits (60%) dengan benar maka sang perawi dianggap
tsiqoh.
Hukum Hadits Hasan : dapat
diamalkan dan dijadikan hujjah.
HADITS
HASAN SHOHIH
Penyebutan istilah Hadits hasan
shohih sering disebutkan oleh imam Thirmidzi. Hadits hasan shohih dapat
dimaknai dengan 2 pengertian :
- Imam Thirmidzi mengatakannya
karena Hadits tersebut memiliki 2 rantai sanad/lebih. Sebagian sanad hasan dan
sebagian lainnya shohih, maka jadilah dia Hadits hasan shohih.
- Jika hanya ada 1 sanad, Hadits
tersebut hasan menurut sebagian ulama dan shohih oleh ulama yang lainnya.
HADITS
MUTTAFAQQUN ‘ALAIHI
Yaitu Hadits yang sepakat
dikeluarkan oleh imam Bukhori dan imam Muslim pada kitab shohih mereka
masing-masing.
TINGKATAN
HADITS SHOHIH
- Hadits muttafaqqun ‘alaihi
- Hadits shohih yang dikeluarkan oleh
imam Bukhori saja
- Hadits shohih yang dikeluarkan
oleh imam Muslim saja
- Hadits yang sesuai dengan
syarat Bukhori dan Muslim, serta tidak dicantumkan pada kitab-kitab shohih
mereka.
- Hadits yang sesuai dengan
syarat Bukhori
- Hadits yang sesuai dengan
syarat Muslim
- Hadits yang tidak sesuai dengan
syarat Bukhori dan Muslim
Syarat Bukhori dan Muslim :
perawi-perawi yang dipakai adalah perawi-perawi Bukhori dan Muslim dalam shohih
mereka.
HADITS
DHOIF
Hadits yang tidak memenuhi salah
satu/lebih syarat Hadits shohih dan Hasan.
Hukum Hadits dhoif : tidak dapat
diamalkan dan tidak boleh meriwayatkan Hadits dhoif kecuali dengan menyebutkan
kedudukan Hadits tersebut.Hadits dhaif berbeda dengan hadits palsu atau hadits
maudhu`. Hadits dhaif itu masih punya sanad kepada Rasulullah SAW, namun di
beberapa rawi ada dha`f atau kelemahan. Kelemahan ini tidak terkait dengan
pemalsuan hadits, tetapi lebih kepada sifat yang dimiliki seorang rawi dalam
masalah dhabit atau al-`adalah. Mungkin sudah sering lupa atau ada akhlaqnya
yang kurang etis di tengah masyarakatnya. Sama sekali tidak ada kaitan dengan
upaya memalsukan atau mengarang hadits.
Yang harus dibuang jauh-jauh
adalah hadits maudhu`, hadits mungkar atau matruk. Dimana hadits itu sama
sekali memang tidak punya sanad sama sekali kepada Rasulullah SAW. Wlau yang
paling lemah sekalipun. Inilah yang harus dibuang jauh-jauh. Sedangkan kalau
baru dha`if, tentu masih ada jalur sanadnya meski tidak kuat. Maka istilah yang
digunakan adalah dha`if atau lemah. Meski lemah tapi masih ada jalur sanadnya.
Karena itulah para ulama berbeda
pendapat tentang penggunaan hadits dha`if, dimana sebagian membolehkan untuk
fadha`ilul a`mal. Dan sebagian lagi memang tidak menerimanya. Namun menurut
iman An-Nawawi dalam mukaddimahnya, bolehnya menggunakan hadits-hadits dhaif
dalam fadailulamal sudah merupakan kesepakatan para ulama.
Perawi adalah
menggadopsi dari istilah aslinya yaitu "raawi" yg
artinya orang yg meriwayatkan, yaitu
orang2 yg meriwayatkan hadits.
Hujjah adalah Kitabullah dan
Sunnah Rasulullah
Al Imam Abu Hanifah An Nu’man bin Tsabit rahimahullah
berkata:
“Bila aku mengatakan sebuah ucapan yang menyelisihi Kitabullah dan hadits Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam maka tinggalkanlah ucapanku.”
“Bila aku mengatakan sebuah ucapan yang menyelisihi Kitabullah dan hadits Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam maka tinggalkanlah ucapanku.”
Al Imam Malik bin Anas rahimahullah berkata:
“Sesungguhnya aku tidak lain adalah manusia yang bisa salah dan bisa benar. Hendaknya kalian teliti pendapatku. Segala pendapatku yang sesuai dengan Al Kitab dan As Sunnah maka ambillah. Adapun yang tidak sesuai dengan Al Kitab dan As Sunnah maka tinggalkanlah.”
“Sesungguhnya aku tidak lain adalah manusia yang bisa salah dan bisa benar. Hendaknya kalian teliti pendapatku. Segala pendapatku yang sesuai dengan Al Kitab dan As Sunnah maka ambillah. Adapun yang tidak sesuai dengan Al Kitab dan As Sunnah maka tinggalkanlah.”
Al Imam Muhammad bin Idris Asy Syafi’i rahimahullah
berkata:
“Tidak ada seorangpun kecuali dia lupa atau tidak mengetahui sebagian Sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Oleh karena itu, bagaimanapun pendapat yang aku ucapkan, atau kaidah ushul yang aku buat, namun ternyata dalam hal itu ada sesuatu (hadits) dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam yang menyelisihi pendapatku, maka pendapat yang benar adalah yang diucapkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, dan itu pula yang menjadi pendapatku.”
“Tidak ada seorangpun kecuali dia lupa atau tidak mengetahui sebagian Sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Oleh karena itu, bagaimanapun pendapat yang aku ucapkan, atau kaidah ushul yang aku buat, namun ternyata dalam hal itu ada sesuatu (hadits) dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam yang menyelisihi pendapatku, maka pendapat yang benar adalah yang diucapkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, dan itu pula yang menjadi pendapatku.”
Al Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah berkata:
“Pendapat Al Auza’i, pendapat Malik, pendapat Abu Hanifah, semuanya adalah pendapat (manusia). Semuanya sama menurutku. Yang menjadi hujjah hanyalah apa yang terdapat dalam atsar (yakni dhabit hadits, pent.).”
“Pendapat Al Auza’i, pendapat Malik, pendapat Abu Hanifah, semuanya adalah pendapat (manusia). Semuanya sama menurutku. Yang menjadi hujjah hanyalah apa yang terdapat dalam atsar (yakni dhabit hadits, pent.).”
(Diambil dari Shifat Shalatin Nabi shallallahu alaihi
wa sallam, karya Asy Syaikh Al Albani rahimahullah, hal. 46-53)
Majalah Asy Syariah, No. 40/IV/1429 H/2008
Majalah Asy Syariah, No. 40/IV/1429 H/2008
Dhabit
artinya cermat dan kuat hapalannya. Sedangkan yang dimaksud dengan rawi dhabit adalah
rawi yang kuat hafalannya, tidak pelupa, tidak banyak ragu, tidak banyak salah,
sehingga ia dapat menerima dan menyampaikannya sesuai dengan apa yang ia
terima.
Pengertian Hukum syaraHukum syara adalah seperangkat peraturan berdasarkan ketentuan Allah
tentang tingkah laku manusia yang diakui dan diyakini berlaku serta mengikat
untuk semua umat yang beragama Islam.
Sanad adalah
silsilah (rentetan) para perawi yang menyambungkan kepada Matan.
Matan adalah perkataan yang terdapat di akhir Sanad itu.
Dengan bahasa lugasnya, Sanad adalah jalur transmisi periwayatan hadits, sedangkan Matan adalah teks atau nash yang terdapat di ujung Sanad itu. Wallahu a’lam.
Matan adalah perkataan yang terdapat di akhir Sanad itu.
Dengan bahasa lugasnya, Sanad adalah jalur transmisi periwayatan hadits, sedangkan Matan adalah teks atau nash yang terdapat di ujung Sanad itu. Wallahu a’lam.
Kesimpulan
1.Hadits menempati posisi yang
sentral dalam khazanah hukum Islam.
Hadits secara hirarkis menempati posisi
kedua setelah Alqur'an sebagai sumber hukum Islam. Sedangkan secara fungsional hadits berfungsi
menjelaskan, menguatkan dan menetapkan hukum yang tidak terdapat dalam
Alqur'an.
2. Hadits ditinjau dari segi wurud dan
periwayatannya berbeda dengan Alqur'an. Alqur'an itu bersifat tawatur sehingga qat'iyyul wurud sedangkan periwayatan hadits
kebanyakan besar bersifat ahad dan sedikit sekali yang diriwayatkan
secara tawatur sehingga hadits
kebanyakan bersifat dzanniyatul wurud.
3. Dalam perjalanan sejarahnya, hadits
pernah mengalami pemalsuan besar-besar dengan berbagai motif dan alasan yang
beraneka ragam. Hal ini mendorong muhaditsin secara gigih membersihkan dan
memilah-milah hadits yang dijamin otentisitasnya.
4. Salah satu hasil daripada upaya para
ulama hadits tersebut, adalah terbentuknya Ilmu Musthalahul Hadits yang salah satu
bahasannya berkenaan dengan kriteria kesahihan hadits. Muhadditsin telah merumuskan 5 kriteria
kesahihan hadits yang meliputi: pertama,
rawinya memiliki sifat 'adalah (integritas moral). Kedua, rawi memiliki
sifat dhabit (kafasitas
intelektual). Ketiga, sanadnya muttashil
(bersambung). Keempat, sanadnya tidak mengandung 'illat. Kelima, sanadnya tidak syadz.
Wallahu a'lam bis shawab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar