Halaman

Sabtu, 12 Mei 2012

hadis


Pengertian Hadits menurut bahasa dan istilah
Dari segi bahasa berarti Baru - Kabar - Berita
Dari segi istilah berarti setiap Ucapan ( قول ), Perbuatan ( فعل ), Pengakuan( تقرير ) dan sifat-sifat yang disandarkan kepada Rasulullah SAW.
Peranan Hadits sebagai sumber kedua hukum (syariat) Islam
1. Menjelaskan dan menguraikan maksud-maksud yang terkandung di dalam Al Quran,
2. Memperkokoh dan menguatkan hukum dan ketetapan yang terdapat di dalam Al Quran,
3. Mengadakan (menentukan) hukum syariat yang tidak disebut di dalam Al Quran.

Perbedaan antara Al Quran dan Hadits
     Al Quran
1. Lafaz dan Makna berasal dari Allah SWT,
2. Merupakan sumber hukum (syariat) Islam yang utama,
3. Merupakan wahyu Allah SWT yang disampaikan kepada Rasulullah SAW,
4. Disyaratkan berwudhu untuk menyentuh dan membawanya,
5. Diarang membacanya saat sedang berhadas besar,
6. Dibaca dalam shalat.
     Hadits
1. Lafaz dan Makna berasal dari Rasulullah SAW,
2. Merupakan sumber hukum (syariat) Islam kedua,
3. Merupakan perkataan, perbuatan dan pengakuan Rasulullah SAW,
4. Tidak disyaratkan berwudhu untuk menyentuh dan membawanya,
5. Boleh membacanya ketika berhadas besar,
6. Tidak dibaca dalam shalat.

Perbedaan Hadits Qudsi dan Hadits Nabawi
     Hadits Qudsi
1. Lafaz dari Rasulullah SAW, namun Maknanya berasal dari Allah SWT,
2. Wahyu Allah SWT yang diungkapkan kembali oleh Rasulullah SAW.
     Hadits Nabawi
1. Lafaz dan makna berasal dari Rasulullah SAW,
2. Merupakan perkataan, perbuatan dan pengakuan Rasulullah SAW.

Perawi Hadits dan syarat menjadi seorang Perawi Hadits
Perawi Hadits ialah orang yang menerima dan menyampaikan Hadits dari Rasulullah SAW.
Syarat-syarat Perawi Hadits adalah:
1. Islam,
2. Berakal,
3. Baligh,
4. Adil,
5. Kuat hafazan (ingatan),
6. Menjaga Tulisan,
7. Waspada.
PEMBAGIAN HADITS

Dilihat dari konsekuensi hukumnya :

1) Hadits Maqbul (diterima) : terdiri dari Hadits sohih dan Hadits Hasan
2) Hadits Mardud (ditolak) : yaitu Hadits dhoif

HADITS SOHIH :
Yaitu Hadits yang memenuhi 5 syarat berikut ini :
1. Sanadnya bersambung (telah mendengar/bertemu antara para perawi).
2. Melalui penukilan dari perawi-perawi yang adil.
Perawi yang adil adalah perawi yang muslim, baligh (dapat memahami perkataan dan menjawab pertanyaan), berakal, terhindar dari sebab-sebab kefasikan dan rusaknya kehormatan (contoh-contoh kefasikan dan rusaknya kehormatan adalah seperti melakukan kemaksiatan dan bid’ah, termasuk diantaranya merokok, mencukur jenggot, dan bermain musik).
3. Tsiqoh (yaitu hapalannya kuat).
4. Tidak ada syadz (syadz adalah seorang perawi yang tsiqoh menyelisihi perawi yang lebih tsiqoh darinya.
5. Tidak ada illat atau kecacatan dalam Hadits
Hukum Hadits sohih : dapat diamalkan dan dijadikan hujjah.


HADITS HASAN :
Yaitu Hadits yang apabila perawi-perawinya yang hanya sampai pada tingkatan soduq (tingkatannya berada dibawah tsiqoh).
Soduq : tingkat kesalahannya 50: 50 atau di bawah 60% tingkat ke tsiqoan-nya.
Soduq bisa terjadi pada seorang perawi atau keseluruhan perawi pada rantai sanad.
Para ulama dahulu meneliti tingkat ketsiqo-an seorang perawi adalah dengan memberikan ujian, yaitu disuruh membawakan 100 hadits berikut sanad-sanadnya. Jika sang perawi mampu menyebutkan lebih dari 60 hadits (60%) dengan benar maka sang perawi dianggap tsiqoh.
Hukum Hadits Hasan : dapat diamalkan dan dijadikan hujjah.

HADITS HASAN SHOHIH
Penyebutan istilah Hadits hasan shohih sering disebutkan oleh imam Thirmidzi. Hadits hasan shohih dapat dimaknai dengan 2 pengertian :
- Imam Thirmidzi mengatakannya karena Hadits tersebut memiliki 2 rantai sanad/lebih. Sebagian sanad hasan dan sebagian lainnya shohih, maka jadilah dia Hadits hasan shohih.
- Jika hanya ada 1 sanad, Hadits tersebut hasan menurut sebagian ulama dan shohih oleh ulama yang lainnya.

HADITS MUTTAFAQQUN ‘ALAIHI
Yaitu Hadits yang sepakat dikeluarkan oleh imam Bukhori dan imam Muslim pada kitab shohih mereka masing-masing.

TINGKATAN HADITS SHOHIH
- Hadits muttafaqqun ‘alaihi
- Hadits shohih yang dikeluarkan oleh imam Bukhori saja
- Hadits shohih yang dikeluarkan oleh imam Muslim saja
- Hadits yang sesuai dengan syarat Bukhori dan Muslim, serta tidak dicantumkan pada kitab-kitab shohih mereka.
- Hadits yang sesuai dengan syarat Bukhori
- Hadits yang sesuai dengan syarat Muslim
- Hadits yang tidak sesuai dengan syarat Bukhori dan Muslim

Syarat Bukhori dan Muslim : perawi-perawi yang dipakai adalah perawi-perawi Bukhori dan Muslim dalam shohih mereka.

HADITS DHOIF
Hadits yang tidak memenuhi salah satu/lebih syarat Hadits shohih dan Hasan.
Hukum Hadits dhoif : tidak dapat diamalkan dan tidak boleh meriwayatkan Hadits dhoif kecuali dengan menyebutkan kedudukan Hadits tersebut.Hadits dhaif berbeda dengan hadits palsu atau hadits maudhu`. Hadits dhaif itu masih punya sanad kepada Rasulullah SAW, namun di beberapa rawi ada dha`f atau kelemahan. Kelemahan ini tidak terkait dengan pemalsuan hadits, tetapi lebih kepada sifat yang dimiliki seorang rawi dalam masalah dhabit atau al-`adalah. Mungkin sudah sering lupa atau ada akhlaqnya yang kurang etis di tengah masyarakatnya. Sama sekali tidak ada kaitan dengan upaya memalsukan atau mengarang hadits.
Yang harus dibuang jauh-jauh adalah hadits maudhu`, hadits mungkar atau matruk. Dimana hadits itu sama sekali memang tidak punya sanad sama sekali kepada Rasulullah SAW. Wlau yang paling lemah sekalipun. Inilah yang harus dibuang jauh-jauh. Sedangkan kalau baru dha`if, tentu masih ada jalur sanadnya meski tidak kuat. Maka istilah yang digunakan adalah dha`if atau lemah. Meski lemah tapi masih ada jalur sanadnya.
Karena itulah para ulama berbeda pendapat tentang penggunaan hadits dha`if, dimana sebagian membolehkan untuk fadha`ilul a`mal. Dan sebagian lagi memang tidak menerimanya. Namun menurut iman An-Nawawi dalam mukaddimahnya, bolehnya menggunakan hadits-hadits dhaif dalam fadailulamal sudah merupakan kesepakatan para ulama.
Perawi adalah menggadopsi dari istilah aslinya yaitu "raawi" yg
artinya orang yg meriwayatkan, yaitu orang2 yg meriwayatkan hadits.

Hujjah adalah Kitabullah dan Sunnah Rasulullah
Al Imam Abu Hanifah An Nu’man bin Tsabit rahimahullah berkata:
“Bila aku mengatakan sebuah ucapan yang menyelisihi Kitabullah dan hadits Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam maka tinggalkanlah ucapanku.”
Al Imam Malik bin Anas rahimahullah berkata:
“Sesungguhnya aku tidak lain adalah manusia yang bisa salah dan bisa benar. Hendaknya kalian teliti pendapatku. Segala pendapatku yang sesuai dengan Al Kitab dan As Sunnah maka ambillah. Adapun yang tidak sesuai dengan Al Kitab dan As Sunnah maka tinggalkanlah.”
Al Imam Muhammad bin Idris Asy Syafi’i rahimahullah berkata:
“Tidak ada seorangpun kecuali dia lupa atau tidak mengetahui sebagian Sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Oleh karena itu, bagaimanapun pendapat yang aku ucapkan, atau kaidah ushul yang aku buat, namun ternyata dalam hal itu ada sesuatu (hadits) dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam yang menyelisihi pendapatku, maka pendapat yang benar adalah yang diucapkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, dan itu pula yang menjadi pendapatku.”
Al Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah berkata:
“Pendapat Al Auza’i, pendapat Malik, pendapat Abu Hanifah, semuanya adalah pendapat (manusia). Semuanya sama menurutku. Yang menjadi hujjah hanyalah apa yang terdapat dalam atsar (yakni dhabit hadits, pent.).”
(Diambil dari Shifat Shalatin Nabi shallallahu alaihi wa sallam, karya Asy Syaikh Al Albani rahimahullah, hal. 46-53)
Majalah Asy Syariah, No. 40/IV/1429 H/2008

Dhabit artinya cermat dan kuat hapalannya. Sedangkan yang dimaksud dengan rawi dhabit adalah rawi yang kuat hafalannya, tidak pelupa, tidak banyak ragu, tidak banyak salah, sehingga ia dapat menerima dan menyampaikannya sesuai dengan apa yang ia terima.
Pengertian Hukum syaraHukum syara adalah seperangkat peraturan berdasarkan ketentuan Allah tentang tingkah laku manusia yang diakui dan diyakini berlaku serta mengikat untuk semua umat yang beragama Islam.

Sanad adalah silsilah (rentetan) para perawi yang menyambungkan kepada Matan. 
Matan adalah perkataan yang terdapat di akhir Sanad itu. 
Dengan bahasa lugasnya, Sanad adalah jalur transmisi periwayatan hadits, sedangkan Matan adalah teks atau nash yang terdapat di ujung Sanad itu. Wallahu a’lam. 
Kesimpulan
1.Hadits menempati posisi yang sentral  dalam khazanah hukum Islam. Hadits  secara hirarkis menempati posisi kedua setelah Alqur'an sebagai sumber hukum Islam.  Sedangkan secara fungsional hadits berfungsi menjelaskan, menguatkan dan menetapkan hukum yang tidak terdapat dalam Alqur'an. 
2. Hadits ditinjau dari segi wurud dan periwayatannya berbeda dengan Alqur'an. Alqur'an itu bersifat  tawatur sehingga  qat'iyyul wurud sedangkan periwayatan hadits kebanyakan besar bersifat  ahad  dan sedikit sekali yang diriwayatkan secara  tawatur sehingga hadits kebanyakan bersifat dzanniyatul wurud.
3. Dalam perjalanan sejarahnya, hadits pernah mengalami pemalsuan besar-besar dengan berbagai motif dan alasan yang beraneka ragam. Hal ini mendorong muhaditsin secara gigih membersihkan dan memilah-milah hadits yang dijamin otentisitasnya.
4. Salah satu hasil daripada upaya para ulama hadits tersebut, adalah terbentuknya  Ilmu Musthalahul Hadits yang salah satu bahasannya berkenaan dengan kriteria kesahihan hadits.  Muhadditsin telah merumuskan 5 kriteria kesahihan hadits yang meliputi:  pertama, rawinya memiliki sifat  'adalah  (integritas moral).  Kedua, rawi  memiliki  sifat  dhabit (kafasitas intelektual). Ketiga, sanadnya  muttashil (bersambung). Keempat, sanadnya tidak mengandung  'illat. Kelima, sanadnya tidak  syadz.  Wallahu  a'lam bis shawab 


Tidak ada komentar: