Nama :Yuningsih
NIM : 11012014
Kelas :
Akuntansi A
Sejarah nama Indonesia
Menurut pengertian geogiafis, Indonesia
berarti bagian bumi yang membentang dari 95°-141° Bujur Timur, dan 6° Lintang
Utara sampai 11 Lintang Selatan. Pada tahun 1847 di Singapura terbit sebuah
majalah ilmiah tahunan, Journal of the
Indian Archipelago and Eastern Asia (JIAEA, BI: "Jurnal Kepulauan
Hindia dan Asia Timur"), yang dikelola oleh James Richardson Logan
(1819-1869), seorang Skotlandia yang meraih sarjana hukum dari Universitas
Edinburgh. Kemudian pada tahun 1849 seorang ahli etnologi bangsa Inggris,
George Samuel Windsor Earl (1813-1865), menggabungkan diri sebagai redaksi
majalah JIAEA.
Dalam JIAEA volume IV tahun 1850, halaman
66-74, Earl menulis artikel On the
Leading Characteristics of the Papuan, Australian and Malay-Polynesian Nations
(Pada Karakteristik Terkemuka dari Bangsa-bangsa Papua, Australia dan
Melayu-Polinesia). Dalam artikelnya Earl menegaskan bahwa sudah tiba saatnya
bagi penduduk Kepulauan Hindia atau Kepulauan Melayu untuk memiliki nama khas
(a distinctive name), sebab nama Hindia tidaklah tepat dan sering rancu dengan
penyebutan India yang lain. Earl mengajukan dua pilihan nama: Indunesia atau
Malayunesia (indus dalam bahasa Latin berarti Hindia dan nesos dalam bahasa
Yunani berarti pulau, nesioi berarti pulau-pulau). Dengan demikian, kata
Indonesia berarti pulau-pulau Hindia.
Pada halaman 71 artikelnya itu tertulis
(diterjemahkan ke Bahasa Indonesia dari Bahasa Inggris):
"... Penduduk Kepulauan Hindia atau Kepulauan Melayu masing-masing
akan menjadi "Orang Indunesia" atau "Orang
Malayunesia"".
Earl memilih nama Malayunesia (Kepulauan
Melayu) daripada Indunesia (Kepulauan Hindia), sebab Malayunesia sangat tepat
untuk ras Melayu, sedangkan Indunesia bisa juga digunakan untuk Ceylon (sebutan
Srilanka saat itu) dan Maldives (sebutan asing Kepulauan Maladewa). Earl
berpendapat bahwa bahasa Melayu dipakai di seluruh kepulauan ini. Dalam
tulisannya itu Earl memang menggunakan istilah Malayunesia dan tidak memakai
istilah Indunesia.
Dalam JIAEA Volume IV itu juga, halaman
252-347, James Richardson Logan menulis artikel The Ethnology of the Indian Archipelago (Etnologi dari Kepulauan
Hindia). Logan menyatakan perlunya nama
khas bagi kepulauan tanah air kita, sebab istilah Indian Archipelago
("Kepulauan Hindia") terlalu panjang dan membingungkan. Logan
kemudian memungut nama Indunesia yang dibuang Earl, dan huruf u digantinya
dengan huruf o agar ucapannya lebih baik. Maka lahirlah istilah Indonesia.
Untuk pertama kalinya kata Indonesia
muncul di dunia dengan tercetak pada halaman 254 dalam tulisan Logan
(diterjemahkan ke Bahasa Indonesia):
"Mr Earl menyarankan istilah etnografi "Indunesian", tetapi
menolaknya dan mendukung "Malayunesian". Saya lebih suka istilah geografis
murni "Indonesia", yang hanya sinonim yang lebih pendek untuk
Pulau-pulau Hindia atau Kepulauan Hindia"
Pada tahun 1862 istilah Indonesia
digunakan oleh orang Inggris bemama Maxwell dalam karangannya berjudul The Island of Indonesia (Kepulauan Indonesia)
dalam hubungannya dengan ilmu bumi. Pada tahun 1884 guru besar etnologi di
Universitas Berlin yang bernama Adolf Bastian (1826-1905) menerbitkan buku Indonesien oder die Inseln des Malayischen
Archipel ("Indonesia atau Pulau-pulau di Kepulauan Melayu")
sebanyak lima volume, yang memuat hasil penelitiannya ketika mengembara di
kepulauan itu pada tahun 1864 sampai 1880. Buku Bastian inilah yang
memopulerkan istilah "Indonesia" di kalangan sarjana Belanda,
sehingga sempat timbul anggapan bahwa istilah "Indonesia" itu ciptaan
Bastian. Pendapat yang tidak benar itu, antara lain tercantum dalam
Encyclopedie van Nederlandsch-Indië tahun 1918. Pada kenyataannya, Bastian
mengambil istilah "Indonesia" itu dari tulisan-tulisan Logan.
Pribumi yang mula-mula menggunakan istilah "Indonesia" adalah
Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara). Ketika dibuang ke negeri Belanda
tahun 1913 ia mendirikan sebuah biro pers dengan nama Indonesische Persbureau.
Nama Indonesisch (pelafalan Belanda untuk
"Indonesia") juga diperkenalkan sebagai pengganti Indisch
("Hindia") oleh Prof Cornelis van Vollenhoven (1917). Sejalan dengan
itu, inlander ("pribumi") diganti dengan Indonesiër ("orang
Indonesia").
Pada dasawarsa 1920-an, nama
"Indonesia" yang merupakan istilah ilmiah dalam etnologi dan geografi
itu diambil alih oleh tokoh-tokoh pergerakan kemerdekaan Indonesia, sehingga
nama "Indonesia" akhirnya memiliki makna politis, yaitu identitas
suatu bangsa yang memperjuangkan kemerdekaan.
Pada tahun 1922 atas inisiatif Mohammad
Hatta, seorang mahasiswa Handels Hoogeschool (Sekolah Tinggi Ekonomi) di
Rotterdam, organisasi pelajar dan mahasiswa Hindia di Negeri Belanda (yang
terbentuk tahun 1908 dengan nama Indische Vereeniging) berubah nama menjadi
Indonesische Vereeniging atau Perhimpoenan Indonesia. Majalah mereka, Hindia
Poetra, berganti nama menjadi Indonesia Merdeka.
Bung Hatta menegaskan dalam tulisannya:
"Negara Indonesia Merdeka yang akan
datang (de toekomstige vrije Indonesische staat) mustahil disebut
"Hindia-Belanda". Juga tidak "Hindia" saja, sebab dapat
menimbulkan kekeliruan dengan India yang asli. Bagi kami nama Indonesia
menyatakan suatu tujuan politik (een politiek doel), karena melambangkan dan
mencita-citakan suatu tanah air di masa depan, dan untuk mewujudkannya tiap
orang Indonesia (Indonesiër) akan berusaha dengan segala tenaga dan
kemampuannya."
Indonesia dikenal pula dengan sebutan
Nusantara. Kata Nusantara berasal dari bahasa Jawa Kuno, yaitu nusa yang
berarti pulau dan antara yang berarti hubungan. Jadi, Nusantara berarti
rangkaian pulau-pulau.
Pada tahun 1920-an, Ernest Francois Eugene
Douwes Dekker (1879-1950), yang kita kenal sebagai Dr. Setiabudi (beliau adalah
cucu dari adik Multatuli), memopulerkan suatu nama untuk tanah air kita yang
tidak mengandung unsur kata "India". Nama itu tiada lain adalah
Nusantara, suatu istilah yang telah tenggelam berabad-abad lamanya. Setiabudi
mengambil nama itu dari Pararaton, naskah kuno zaman Majapahit yang ditemukan
di Bali pada akhir abad ke-19 lalu diterjemahkan oleh J.L.A. Brandes dan
diterbitkan oleh Nicholaas Johannes Krom pada tahun 1920.
Namun perlu dicatat bahwa pengertian
Nusantara yang diusulkan Setiabudi jauh berbeda dengan pengertian, nusantara
zaman Majapahit. Pada masa Majapahit Nusantara digunakan untuk menyebutkan pulau-pulau
di luar Jawa (antara dalam bahasa Sansekerta artinya luar, seberang) sebagai
lawan dari Jawadwipa (Pulau Jawa). Kita tentu pernah mendengar Sumpah Palapa
dari Gajah Mada, "Lamun huwus kalah nusantara, isun amukti palapa"
(Jika telah kalah pulau-pulau seberang, barulah saya menikmati istirahat). Oleh
Dr. Setiabudi kata nusantara zaman Majapahit yang berkonotasi jahiliyah itu
diberi pengertian yang nasionalistis. Dengan mengambil kata Melayu asli antara,
maka Nusantara kini memiliki arti yang baru yaitu "nusa di antara dua
benua dan dua samudra", sehingga Jawa pun termasuk dalam definisi
nusantara yang modern. Istilah nusantara dari Setiabudi ini dengan cepat
menjadi populer penggunaannya sebagai alternatif dari nama Hindia Belanda.
Di Indonesia Dr. Sutomo mendirikan
Indonesische Studie Club pada tahun 1924. Tahun itu juga Perserikatan Komunis
Hindia berganti nama menjadi Partai Komunis Indonesia (PKI). Pada tahun 1925
Jong Islamieten Bond membentuk kepanduan Nationaal Indonesische Padvinderij (Natipij).
Itulah tiga organisasi di tanah air yang mula-mula menggunakan nama
"Indonesia". Akhirnya nama "Indonesia" dinobatkan sebagai
nama tanah air, bangsa, dan bahasa pada Kerapatan Pemoeda-Pemoedi Indonesia
tanggal 28 Oktober 1928, yang kini dikenal dengan sebutan Sumpah Pemuda.
Pada bulan Agustus 1939 tiga orang anggota
Volksraad (Dewan Rakyat; parlemen Hindia-Belanda), Muhammad Husni Thamrin,
Wiwoho Purbohadidjojo, dan Sutardjo Kartohadikusumo, mengajukan mosi kepada
Pemerintah Belanda agar nama Indonesië diresmikan sebagai pengganti nama
"Nederlandsch-Indie". Permohonan ini ditolak.
Dengan pendudukan Jepang pada tanggal 8
Maret 1942, lenyaplah nama "Hindia-Belanda". Pada tanggal 17 Agustus
1945, menyusul deklarasi Proklamasi Kemerdekaan, lahirlah Republik Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar